Sabtu, 18 September 2010

Sebuah Kiasan Hidup Tanpa al-Qur’an


Kita ibaratkan ada seorang yang berjalan tanpa didampingi pemandu menuju sebuah tempat atau daerah yang tidak dikenalnya sama sekali, padahal dia akan tinggal di tempat tersebut beberapa saat untuk mencari perbekalan.

Maka yang terjadi adalah, orang tersebut akan menemui berbagai kesulitan dalam perjalanan, dia pun akan sukar dan susah ketika sampai ditempat yang dituju, karena dia tidak mengenal siapapun dan tidak tahu karakter orang-orang di sekitarnya.

Kecemasan selalu menggelayuti dirinya karena ternyata tidak mudah mengenali sifat para penduduk. Sedangkan dia juga harus mengumpulkan bekal untuk kembali ke tempat asalnya. Lebih menghawatirkan lagi baginya adalah pada saat kepulangan nanti, apakah dia akan selamat atau tidak.

Tentu saja hal ini berbeda dengan orang yang berjalan dengan pemandu, walaupun dia tidak mengenal tempat yang dituju, dia akan mudah melewati berbagai permasalahan dikarenakan sang pemandu memang sudah berpengalaman. Dia juga akan mengetahui melalui pemandu, usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar dia mendapatkan bekal di tempat tersebut.

Melalui pemandu itu dia mengetahui sifat-sifat penduduk setempat serta kebiasaannya, sehingga dengan begitu dia tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang menjadikan penduduk benci dan tidak senang kepadanya.Sehingga nanti dia bisa kembali ke tempat asalnya dengan selamat, tanpa ada rasa kekhawatiran.

Al-Qur'an adalah pemandu utama kita semua yang sebenarnya buta tentang bagaimana ‘peta’ kehidupan di kampung dunia. Karena di dalamnya memang berisi petunjuk untuk berjalan di atas kebenaran.

Al-Qur'an merupakan kreasi dari dzat Maha Pemandu, yaitu Allah azza wajalla. Dia amat-sangat menguasai medan lapangan kampung dunia, karena Dialah yang menciptakannya. Dia tahu betul dan faham karakteristik seisi kampung dunia. Sungguh adanya pemandu ini adalah bukti nyata bahwa Allah swt adalah Maha Penyayang kepada para hamba-Nya.

Maka, dengan membacanya kita akan diarahkan pada jalan kehidupan yang baik. Dijelaskan antara yang halal dan yang haram. Kita juga akan terbimbing untuk mengenal cara yang baik dalam mencari bekal di kampung dunia sebelum kembali kepada Allah. Kita tidak akan tersesat jika taat kepada pemandu.

Dengan pemandu itu pula kita akan dibimbing untuk senantiasa menjaga hubungan baik dengan Allah dan seisi alam jagad raya, khususnya sesama manusia. Kita juga akan diberi tahu karakter-karakter penduduk kampung dunia, serta contoh-contoh manusia yang baik dan durhaka. Sehingga kita benar-benar bisa mengambil pelajaran berharga. Bahkan kita seakan diajak langsung melihat bukti nyata peninggalan sejarah orang-orang terdahulu dengan cerita hikmah yang mempesona.

Sehingga pada saat akan kembali ke kampung akhirat atau kembali kepada Allah, jiwa kita akan tenang dan tidak diliputi kegelisahan, karena bekal yang kita usahakan sudah terkumpul. Kita pun akan senang dan senyum penuh keridlaan saat kembali ke kampung itu, karena itulah kampung kita sebenarnya yang akan kekal hidup di sana untuk selamanya. Sedangkan kampung dunia, hanyalah sementara.

Sungguh rugi, jika kita menganggap kampung dunia ini sebagai tujuan utama. Salah satu tandanya adalah, kita begitu respek terhadap masalah dunia serta bersungguh-sungguh, dan sebaliknya lemah ghirah dan loyo terhadap urusan akhirat.

Allah swt akan cinta dengan amalan kita, jika kita menggunakan pandu al-Qur'an yang Dia ciptakan. Dan inilah kedudukan yang sebenarnya kita harapkan, yaitu Allah ridla kepada kita, sedangkan kita pun ridla kepada Allah.

Rasulullah juga menerangkan kepada para sahabat, bahwa Allah swt telah membuat perumpamaan berupa sebuah jalan yang lurus. Di kedua sisi jalan itu ada dinding yang padanya terdapat beberapa pintu yang terbuka. Pada pintu-pintu terdapat tirai yang dilabuhkan. Sementara di atas pintu gerbang jalan tersebut ada penyeru yang berkata:

“Wahai manusia, laluilah jalan ini sampai ke ujung dan janganlah kalian berbelok-belok”, sementara itu ada penyeru lain di atas jalan tersebut yang berkata kepada manusia yang bermaksud membuka pintu salah satu dari pintu-pintu itu:

“Celaka, jangan membukanya, sebab bila engkau membukanya, engkau pasti akan terperosok masuk ke dalamnya”.

Jalan lurus yang dimaksud adalah Islam, dinding maksudnya adalah hukum-hukum Allah, pintu-pintu yang terbuka maksudnya adalah hal-hal yang haramkan Allah, penyeru di atas pintu gerbang maksudnya al-Qur’an, sedangkan penyeru di atas jalan maksudnya adalah nasehat dari Allah yang ada di dalam hati setiap manusia.

Jadi, jika kita sudah bersyahadat, kemudian mengamalkan hukum Allah, menjauhi yang haram, berpegang teguh kepada al-Qur’an dan berhati bersih, maka kita adalah pemuda hebat yang berada di atas jalan yang lurus.

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Imam Muslim di atas juga menunjukkan bagaimana pentingnya al-Qur’an sebagai penyeru hati, jiwa, dan ruh agar kita selalu berada di jalan yang lurus yaitu dinul Islam, sekaligus terhindar dari jalan yang menjerumuskan dalam pintu-pintu kemaksiatan dan kesesatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar